INDOGRAF – Sidang lanjutan gugatan 53 nasabah terhadap AJB Bumi Putera 1912 kembali Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidangnya pada Kamis (13/2/2025). Dalam persidangan ini, dua saksi dari pihak nasabah memberikan keterangannya terkait Kasus Gagal Bayar yang mereka alami.
Para nasabah berharap putusan pengadilan dapat memberi kejelasan atas hak mereka yang telah tertunda selama bertahun-tahun.
Kuasa hukum para nasabah, Fien Mangiri, S.Sn., S.H., M.H., menegaskan bahwa kliennya hanya menuntut hak yang seharusnya mereka dapatkan berdasarkan kontrak polis yang telah jatuh tempo.
“Nasabah ini hanya bersandar pada perjanjian kontrak polis yang sudah jatuh tempo. Mereka hanya ingin hak mereka dipenuhi sesuai dengan perjanjian,” tegas Fien.
Menanggapi skema Penyelesaian Nomor Manfaat (PNM), Fien menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak relevan dengan klaim para nasabah, karena baru diberlakukan setelah keputusan direksi pada 2023.
“Banyak dari mereka yang polisnya sudah jatuh tempo jauh sebelum skema PNM ini diterapkan. Jadi, kami berharap ada keadilan bagi para nasabah,” jelasnya.
Klaim Polis Tak Kunjung Dibayar
Salah satu saksi, Emir Faizal, mengungkapkan bahwa ia telah mengajukan klaim polis sejak 2020, namun hingga kini belum menerima pembayaran dari Bumi Putera.
“Saya hadir sebagai saksi karena sejak tahun 2020 pengajuan klaim polis saya belum dibayarkan. Saya merasa ini harus diperjuangkan,” ujar Emir usai persidangan.
Emir, menegaskan bahwa gugatan ini diajukan karena para nasabah merasa hak mereka tidak dipenuhi.
“Kalau bicara soal uang, seharusnya kami tidak perlu sampai ke pengadilan. Kami berada di pihak yang benar. Jika hak kami dibayarkan, perkara ini tidak akan berlarut-larut seperti sekarang,” tambahnya.
Nasabah Merasa Ditelantarkan
Saksi lain, Endar P. Satriyanto, menyatakan bahwa ia dan para nasabah hanya ingin mendapatkan hak mereka sesuai perjanjian yang telah disepakati dengan Bumi Putera.
“Saya hanya meminta hak saya dikembalikan. Sejujurnya, saya melihat tidak ada masalah dengan Bumi Putera itu sendiri, tetapi ada indikasi niat yang tidak baik dari pihak mereka untuk tidak membayar klaim kami,” ujar Endar.
Endar menegaskan bahwa upaya menuntut hak telah dilakukan sejak lama, termasuk dengan somasi dan aksi demonstrasi. Namun, tidak ada tanggapan yang jelas dari pihak Bumi Putera.
“Kami sudah berkali-kali melakukan somasi dan demonstrasi, tapi tetap tidak ada respons. Sepertinya mereka ingin membuat kami lelah dan menyerah, hingga akhirnya kasus ini dilupakan,” tambahnya.
Endar, yang memiliki polis Mitra Melati (polis pendidikan), mengungkapkan bahwa klaim polisnya seharusnya cair pada 2019, namun hingga kini belum dibayarkan. Adapun total klaim dirinya bernilai hingga Dua Ratusan Juta lebih.
Hal serupa dialami oleh Eva, nasabah lainnya, yang memiliki polis jatuh tempo pada 2021 tetapi belum mendapatkan pembayaran.
“Kami mengajukan gugatan karena kami yakin Bumi Putera masih memiliki dana untuk membayar klaim polis kami. Buktinya, mereka masih beroperasi, bahkan masih merekrut karyawan baru,” tegas Eva.
Eva menolak skema PNM yang ditawarkan Bumi Putera dan berharap putusan pengadilan dapat mengembalikan hak mereka secara penuh.
“Kami hanya ingin klaim dibayarkan 100% tanpa skema PNM yang mereka gembar-gemborkan di media sosial. Kami berharap hakim dapat memberikan keputusan yang adil,” ujarnya.
Sidang gugatan ini akan berlanjut pada pekan depan menghadirkan saksi tambahan. Para nasabah tetap berharap keputusan pengadilan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi mereka.
)**B.Tjoek