INDOGRAF – Kementerian Transmigrasi (Kementrans) saat ini tengah melakukan transformasi dengan mengadopsi paradigma baru dalam program transmigrasi.
Tidak hanya sekadar memindahkan penduduk dari daerah padat ke wilayah yang lebih longgar, tetapi juga berfokus pada peningkatan kesejahteraan transmigran dan masyarakat setempat di kawasan transmigrasi. Kawasan-kawasan ini akan dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan baru.
Wakil Menteri Transmigrasi, Viva Yoga Mauladi, menyampaikan hal ini dalam podcast ‘Ngegas Rakyat Merdeka’ yang direkam di Gedung Graha Pena, Jakarta pada Jum’at, 2 Mei 2025.
Dalam kesempatan tersebut, ia menjelaskan bahwa tanggung jawab Kementrans kini lebih luas.
“Minat masyarakat untuk mengikuti transmigrasi masih tinggi. Pada tahun 2024, sebanyak 7.000 kepala keluarga mendaftar untuk menjadi transmigran, namun karena keterbatasan anggaran, baru 130 kepala keluarga yang dapat diberangkatkan,” ungkap Viva Yoga.
Dalam paradigma baru ini, syarat untuk menjadi transmigran juga diperlonggar.
“Dulu, hanya yang sudah berkeluarga yang bisa menjadi transmigran. Sekarang, mereka yang lajang atau jomblo juga bisa ikut,” tambahnya.
Hal ini diharapkan dapat menjadi tantangan bagi Generasi Z untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kawasan transmigrasi.
Viva Yoga menekankan bahwa partisipasi Gen Z dalam kawasan transmigrasi merupakan bagian dari implementasi rasa nasionalisme dan patriotisme. “Sifat-sifat ini sangat diinginkan oleh Presiden Prabowo,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa menjadi transmigran tidak harus selalu berprofesi sebagai petani.
“Saat ini, banyak pilihan profesi yang tersedia. Kementrans pernah memberangkatkan transmigran dari kalangan nelayan ke Sulawesi Barat, karena provinsi tersebut membutuhkan nelayan untuk mengembangkan kawasan pesisir,” jelasnya.
Program transmigrasi kini bersifat desentralistik dan berbasis bottom-up, di mana kepala daerah dapat mengajukan permintaan transmigran kepada Kementrans. Beberapa bupati dan anggota DPRD, termasuk dari Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, telah mengajukan permintaan tersebut.
“Skema dari paradigma baru ini adalah jika kepala daerah memerlukan transmigran, mereka harus menyediakan lahan. Tugas Kementrans adalah menjadi fasilitator dan komunikator antara daerah yang membutuhkan transmigran dengan daerah yang ingin memberangkatkan transmigran,” tutup Viva Yoga.
Dengan langkah ini, Kementrans berharap dapat menciptakan kawasan pertumbuhan baru yang tidak hanya bermanfaat bagi transmigran, tetapi juga bagi masyarakat setempat.