indograf.com, Jakarta, 27 Mei 2025 – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan keputusan monumental yang memperluas cakupan pendidikan dasar gratis di Indonesia. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa negara wajib membiayai pendidikan dasar sembilan tahun tanpa pungutan biaya—tak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta.
Keputusan ini mengubah pemahaman lama soal frasa “tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang selama ini dianggap hanya berlaku untuk sekolah negeri.
Menghapus Kesenjangan Akses Pendidikan
Ketua MK, Suhartoyo, menegaskan bahwa negara—baik pemerintah pusat maupun daerah—harus menjamin pendidikan gratis pada jenjang SD dan SMP, termasuk madrasah atau sekolah sederajat yang dikelola swasta.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menyebut, pembatasan pembiayaan hanya untuk sekolah negeri selama ini telah menimbulkan ketimpangan akses pendidikan.
“Sebagai contoh, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri jenjang SD hanya mampu menampung sekitar 970 ribu siswa, sementara lebih dari 173 ribu lainnya harus ditampung oleh sekolah swasta,” ujarnya.
Sekolah Swasta Elite Tetap Bisa Pungut Biaya
Meski begitu, MK tidak menutup mata terhadap realitas pembiayaan pendidikan swasta. Sekolah swasta yang bersifat elite, yang menerapkan kurikulum tambahan seperti internasional atau keagamaan, tetap diperbolehkan memungut biaya sesuai keunikan dan pilihan orang tua.
“Peserta didik pada umumnya memahami konsekuensi biaya ketika memilih pendidikan dasar di sekolah seperti itu,” kata Enny.
MK juga menyoroti bahwa tidak semua sekolah swasta menerima bantuan dari pemerintah. Maka, memaksa seluruhnya untuk menggratiskan pendidikan dianggap tidak realistis dan bertentangan dengan prinsip keadilan anggaran.
Namun, sekolah swasta yang menerima bantuan dana—baik BOS maupun beasiswa—didorong untuk mengurangi beban biaya bagi siswa, khususnya di daerah yang minim fasilitas sekolah negeri.
Desakan JPPI: Integrasi dan Pengawasan Ketat
Putusan ini merupakan hasil dari permohonan uji materi yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga ibu rumah tangga. Mereka mempersoalkan ketidakjelasan penerapan pendidikan gratis dalam UU Sisdiknas yang selama ini hanya menyasar sekolah negeri.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut keputusan MK sebagai “kemenangan monumental bagi hak asasi manusia atas pendidikan.”
“Hari ini adalah hari bersejarah bagi pendidikan Indonesia,” kata Ubaid.
JPPI mendorong pemerintah agar segera mengintegrasikan sekolah swasta ke dalam sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) online nasional untuk menjamin transparansi dan pemerataan akses.
Mereka juga mendesak pemerintah melakukan pengawasan ketat terhadap segala jenis pungutan di sekolah dasar, baik negeri maupun swasta.
Respons Pemerintah: Tunggu Salinan Resmi
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, merespons bahwa pihaknya akan membahas implikasi putusan MK setelah menerima salinan resmi secara lengkap.
“Kami belum menerima salinan putusan. Tapi secara prinsip, kami memahami bahwa negara memang berkewajiban membiayai pendidikan dasar, termasuk yang diselenggarakan swasta. Hanya saja, pelaksanaannya tetap menyesuaikan dengan kemampuan fiskal negara,” ujarnya.
Apa Berikutnya?
Putusan MK ini mengubah lanskap pendidikan Indonesia secara fundamental. Ke depannya, pemerintah memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menyusun kebijakan pendanaan yang adil dan menjangkau seluruh sekolah dasar—baik negeri maupun swasta.
Dengan langkah yang tepat dan pengawasan yang kuat, pendidikan dasar gratis bisa menjadi kenyataan bagi semua anak Indonesia, tanpa terkecuali.
(NW)