indograf.com, Sukoharjo – Suasana pagi itu tak seperti biasanya di Lapangan Yonif Mekanis 413/Bremoro. Udara masih segar ketika bunyi langkah-langkah serempak memecah keheningan, menandai kembalinya para prajurit dari tanah misi ribuan kilometer jauhnya—Lebanon. Sabtu (26/4)
Dalam balutan seragam rapi dan semangat yang tak luntur meski waktu dan jarak telah menguji, lebih dari 850 anggota Satgas Konga XXIII-R/UNIFIL tiba di markas mereka dengan kepala tegak. Mereka bukan hanya kembali sebagai prajurit, tetapi sebagai duta bangsa yang membawa harum nama Indonesia di kancah perdamaian dunia.
Upacara yang Bukan Sekadar Seremonial
Dipimpin langsung oleh Panglima Divisi Infanteri 2 Kostrad, Mayjen TNI Susilo, upacara penyambutan berlangsung penuh haru. Keluarga, sahabat, hingga jajaran pejabat sipil turut hadir menyambut kepulangan yang telah lama dinanti. Beberapa isak terdengar pelan, menyatu dengan derap langkah dan aba-aba komando.
Dalam sambutannya, Mayjen Susilo menegaskan bahwa pengabdian para prajurit tak hanya terlihat dari keberanian mereka di medan tugas, tapi dari nilai-nilai kemanusiaan yang mereka bawa selama misi.
“Ini bukan hanya soal menjaga perdamaian, tapi juga soal merawat harapan, mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, dan menjadi wajah baik Indonesia di dunia,” ujarnya penuh bangga.
.Misi Damai, Misi Hati
Selama satu tahun di Lebanon, pasukan Bremoro tidak hanya mengawal perbatasan dan menjalankan tugas militer. Mereka juga masuk ke jantung kehidupan warga sipil: mengajar, mengobati, membangun. Dalam setiap senyum anak-anak yang belajar menari Saman, atau warga lokal yang mencoba rendang untuk pertama kalinya, ada diplomasi tanpa kata yang sedang berlangsung.
Program CIMIC (Civil-Military Cooperation) menjadi jembatan antara militer dan masyarakat. Mereka hadir bukan sebagai kekuatan asing, tapi sebagai sahabat yang siap membantu.
.Dari Timur Indonesia Menuju Timur Tengah
Penugasan ke Lebanon bukan hal sepele. Yonif 413 sudah terbiasa dengan tantangan, terutama dari pengalaman mereka di Papua dan wilayah perbatasan. Keberhasilan di medan domestik menjadi bekal mental dan fisik untuk misi yang jauh lebih kompleks.
“Yang saya banggakan bukan hanya mereka menyelesaikan tugas, tapi bagaimana mereka menjaga martabat bangsa,” ucap Mayjen Susilo mengenang masa bertugasnya bersama 413.
Pulang dengan Kepala Tegak
Tak ada yang hilang. Tak ada pelanggaran. Seluruh anggota kembali dalam kondisi aman. Hal ini menjadi prestasi tersendiri—di tengah medan yang penuh risiko dan tekanan.
Momen itu bukan hanya penutup misi, tapi juga penegasan: bahwa profesionalisme, kedisiplinan, dan rasa kemanusiaan bisa berjalan beriringan.
.Untuk Mereka yang Ingin Mengabdi
Upacara ditutup dengan pesan menyentuh dari Pangdiv, yang ditujukan kepada generasi muda. Ia mengingatkan bahwa TNI bukanlah institusi tertutup. Ia milik rakyat, dan siapa pun bisa menjadi bagian dari perjuangan, selama ada semangat dan niat yang tulus.
“Tak harus menjadi prajurit untuk berbakti. Tapi jika ingin menjadi bagian dari kami, lakukan dengan cara yang benar. TNI berdiri untuk rakyat.”
Kembalinya Satgas Konga XXIII-R bukan sekadar kisah tentang akhir sebuah perjalanan, tetapi tentang bagaimana setiap langkah mereka di tanah asing adalah jembatan yang menghubungkan dua dunia: dunia militer dan dunia kemanusiaan. Dan hari ini, mereka pulang dengan satu pesan: perdamaian adalah tugas yang tak pernah benar-benar selesai.
(NW)