Indograf.com – Periset Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin megatakan cuaca ekstrem adalah terjadinya suatu nilai unsur cuaca seperti suhu, angin, hujan, dan sebagainya yang sangat tinggi atau sangat rendah melebihi ambang batas tertentu.
Skala cuaca ekstrem dikenali melalui sifat, yaitu tidak biasa atau tidak normal; dampak besar, luas atau parah. Frekuensi seperti sangat jarang terjadi, skala yang meliputi ruang meso hingga sinoptik atau waktu yang meliputi jam hingga mingguan, dan bentuk seperti bow echo, squall line, dan mesoscale convective complex.
Beberapa kasus cuaca ekstrem menunjukkan bahwa kombinasi atmosfer-laut merupakan satu kondisi yang bisa merusak dalam waktu yang singkat terhadap infrastruktur yang ada di sekitar pantai.
“Kombinasi dari atmosfer dan laut yang saling berinteraksi ini salah satunya disebut storm surge,” kata Erma.
“Banjir rob yang ditimbulkan dari storm surge bisa menghantamkan air dari laut menuju ke permukaan seperti tsunami. Kejadian seperti ini harus selalu diwaspadai,” pungkasnya.
Periset Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan cuaca ekstrem dapat dikenali dengan melihat bentuk-bentuk awan yang dipantau melalui satelit.
Tanda-tanda cuaca ekstrem biasanya terdapat pada beberapa awan, seperti nimbostratus, altocumulus, dan cumulonimbus.
“Awan nimbostratus umumnya biasa dikenali sebagai awan hujan atau awan mendung. Awan itu berwarna abu-abu yang merata dan terlihat beberapa waktu sebelum hujan turun,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Erma menuturkan awan altocumulus berbentuk bulatan kecil-kecil layaknya kapas dan menyebar luas di langit dengan jumlah gumpalan yang banyak.
Jika terlihat di pagi hari, maka biasanya pada sore hari kemungkinan akan ada hujan badai.
Sedangkan, awan cumulonimbus memiliki bentuk lebat dan padat dan memiliki serat halus di bagian atasnya. Pada bagian bawahnya tampak koyak dan berwarna gelap, serta terkadang terlihat seperti pohon beringin atau jamur raksasa.
“Bagian atas awan itu terdiri dari awan es yang menyebar secara horizontal dalam bentuk landasan atau anvil. Awan itu berpotensi menghadirkan hujan ekstrem karena di dalamnya terkandung es, angin kencang, hujan lebat, dan petir,” papar Erma.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa hujan tidak juga bisa diketahui meski malam hari. Jika masih bisa melihat cahaya bulan secara penuh berarti awan yang ada hanya awan-awan tinggi.
Sedangkan, jika bulan tertutup oleh banyak awan sehingga tidak bisa terlihat, itu menandakan bahwa terdapat banyak awan-awan rendah yang berpotensi menimbulkan hujan.***
Sumber: Antara