INDOGRAF – Hilirisasi dan industrialisasi menjadi strategi utama meningkatkan ekonomi Indonesia untuk mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045. Keberhasilan strategi ini memerlukan integrasi dengan komitmen lingkungan dan transisi menuju energi bersih.
Senator Mirah Midadan menekankan pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Hilirisasi Mineral dan Batubara (Minerba) yang mampu mendukung nilai tambah sumber daya alam (SDA) sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.
Pentingnya Hilirisasi untuk Ekonomi Indonesia
Hilirisasi adalah proses mengolah bahan mentah menjadi produk bernilai tambah yang lebih tinggi sebelum menjadi barang ekspor. Dengan mendorong hilirisasi, Indonesia dapat meningkatkan pendapatan negara.
Sekaligus juga menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat sektor industri. Namun, hilirisasi memiliki tantangan besar, terutama terkait penggunaan energi.
Saat ini, banyak fasilitas smelter di Indonesia masih bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara. Meskipun langkah ini mendukung peningkatan nilai tambah SDA, hal tersebut bertentangan dengan komitmen transisi energi bersih.
Integrasi Kebijakan untuk Transisi Energi
Senator Mirah menyoroti bahwa kebijakan hilirisasi harus selaras dengan langkah-langkah transisi energi. Ia menekankan pentingnya integrasi roadmap pensiun dini PLTU, Nationally Determined Contributions (NDC), Just Energy Transition Partnership (JETP), dan Grand Design hilirisasi.
“Kita memerlukan pendekatan yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan,” ujar Mirah.
Langkah-langkah seperti penggunaan teknologi rendah karbon dan energi terbarukan menjadi prioritas untuk memastikan bahwa proses hilirisasi tidak merugikan upaya penurunan emisi karbon.
Teknologi untuk Meningkatkan Efisiensi Hilirisasi
Untuk mengoptimalkan hilirisasi, Senator Mirah mengusulkan integrasi teknologi inovatif seperti High Pressure Acid Leaching (HPAL) pada sektor nikel. Teknologi ini mendukung produksi nikel berkualitas tinggi untuk baterai energi bersih.
Selain itu, hilirisasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai alternatif LPG impor juga menjadi sorotan. Namun, produksi DME memerlukan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) guna mengurangi emisi karbon.
“Investasi dalam teknologi ini sangat penting agar Indonesia dapat bersaing secara global sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan,” jelas Mirah.
Membangun Tata Kelola yang Berkelanjutan
RUU Hilirisasi Minerba mampu menciptakan kebijakan yang mendukung penggunaan energi terbarukan dan teknologi rendah karbon. Selain itu, insentif perlu diberikan kepada sektor industri yang menerapkan prinsip keberlanjutan.
Senator Mirah juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan evaluasi usaha tambang. Dengan cara ini, manfaat dari hilirisasi dapat dirasakan secara adil oleh semua lapisan masyarakat.
“Keterlibatan masyarakat menjadi kunci agar pengelolaan SDA tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi, tetapi juga memperhatikan keadilan sosial,” pungkasnya.
Menuju Indonesia Emas 2045
Hilirisasi dan industrialisasi langkah strategis untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Dengan mengintegrasikan kebijakan ekonomi, teknologi inovatif, dan komitmen lingkungan, Indonesia dapat memperkuat posisinya di kancah global sekaligus memastikan pembangunan yang berkelanjutan.
Penerapan RUU Hilirisasi Minerba dengan pendekatan holistik menjadi fondasi penting dalam perjalanan panjang menuju masa depan yang lebih baik. (T.Bam)