Indograf.com – Data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022 menunjukkan, satu dari tiga remaja yang berusia 10–17 tahun, atau 15,5 juta remaja Indonesia memiliki satu masalah kesehatan mental. Jumlah itu setara dengan 34,9 persen dari total remaja di Tanah Air.
Dari data tersebut, kecemasan menjadi masalah gangguan mental yang paling lazim yakni 26,7 persen di kalangan remaja usia 10-17 tahun di Indonesia, kemudian di susul masalah terkait pemusatan perhatian 10,6 persen, depresi 5,3 persen, masalah perilaku 2,4 persen, serta stres pascatrauma 1,8 persen.
“Data Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyatakan kesehatan mental remaja perlu dijaga dengan aktivitas yang seimbang dalam kehidupan sehari-hari”.
“Untuk menjaga kesehatan secara fisik dan juga mental diperlukan aktivitas yang balance, seimbang, baik di sekolah maupun ketika di rumah,” kata Staf Perlindungan Anak United Nations Children’s Fund (UNICEF) Asep Zulhijar dalam webinar “Sehat Mental Tanpa Perundungan” di Jakarta, Jumat.
Asep meyakini para remaja perlu melakukan terapi warna hijau dan biru dengan melihat alam seperti langit maupun pepohonan.
Menurutnya hal itu dapat membuat suasana hati lebih rileks, mengingat sepanjang hari para peserta didik sering berhadapan dengan gawai dan juga buku.
Tips cara merefleksikannya, “Warna-warna alam yang warnanya biru misalnya lihat langit supaya merefleksikan pikiran,
melihat gunung atau alam atau pepohonan yang warnanya hijau karena memang warna-warna tersebut bisa menimbulkan hormon kebahagiaan,” ujarnya.
Asesp juga menekankan pentingnya dukungan keluarga terhadap kesehatan mental remaja
antara lain, dengan melakukan pola asuh yang baik, mampu membangun hubunga, atau interaksi langsung dengan anak-anak ketika berada di rumah.
“Karena selama ini biasanya cuma chatting lewat telepon atau tidak pernah interaksi fisik, padahal interaksi fisik itu bisa melepaskan yang namanya serotonin yaitu berkaitan dengan penurunan tingkat stres,” katanya.
Kesehatan mental remaja juga bisa dijaga dengan melakukan kegiatan sesuai hobi atau kemampuan yang dimiliki, seperti mengikuti ekstrakurikuler baik di lingkungan sekolah maupun di luar.
“Tentunya pendidikan ini bisa menumbuhkan rasa percaya diri remaja, dan tidak mudah putus asa karena mereka tahu potensi yang dimiliki setiap individu berbeda-beda,” ujarnya.
Sebagai penopang kegiatan aktif tersebut, diperlukan juga olahraga dan tidur teratur serta mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan bergizi seimbang.
“Biasanya umur 9-14 tahun suka mengabaikan makan karena sibuk main bersama teman-teman, mengabaikan yang namanya nutrisi, makanan yang bergizi, terus agak susah makan sayur,” kata Asep.***
Sumber; Antara/ Cahya Sari